AKADEMI KEBIDANAN DHARMA PRAJA BONDOWOSO
Disusun Oleh : Uyunul Karimah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Atresia adalah tidak terbentuknya
atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ. Atresia Duodenal adalah tidak
terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus halus)
sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia duodenum
merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli bedah pediatric.
Atresia duodenal ini dijumpai satu diantara 300 - 4.500 kelahiran hidup. Lebih
dari 40% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down.
Atresia duodenum dijumpai
satu diantara 6.000─ 10.000 kelahiran hidup. Dasar embriologi terjadinya atresia duodenum disebabkan karena kegagalan
rekanalisasi duodenal pada fase padat
intestinal bagian atas dan terdapat oklusi vascular di daerah duodenum dalam masa perkembangan fetal. Setengah dari semua bayi baru lahir dengan atresia duedenal juga mempunyai anomali kongenital
pada sistem organ lainnya. Lebih
dari 30% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Laporan lain menyebutkan bahwa atresia duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%), maternal
polyhidramnion (33%), down syndrome
(24%), pankreas annulare (33%) dan malrotasi (28%). Keterlambatan diagnosis dan
tatalaksana mengakibatkan bayi dapat mengalami
asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan muntah-muntah.
Atresia esophagus ( AE ) merupakan
kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian
proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esophagus dapat terjadi bersama fistula
trakeoesofagus (FTE) yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan
abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang
cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000
kelahiran hidup
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud Atresia
Duodeni,Esophagus?
2.
Apa Etiologi dari Atresia
Duodeni dan Atresia Esophagus?
3.
Apa Tanda dan Gejala dari
Atresia Duodeni,Esophagus?
4.
Apa patofisiologi Atresia
Duodeni,Esophagus?
5.
Apa Penatalaksanaan dari
Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?
6.
Apa sajakah yang terkait
dengan Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?
1.3
TUJUAN
- Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda gejala, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan atresia duodeni esophagus.
- Untuk mengetahui pengertian, gambaran klinik, kelainan-kelainan dalam atresia esophagus, etiologi, tanda gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan atresia esophagus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ATRESIA DUODENI
a. Pengertian
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi
dimana duodenum ( bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik,
sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan
perjalanan makanan dari lambung ke usus.
b.
Etiologi
Penyebab
yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada
beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum, yaitu:
1. Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke 4
dan minggu ke 5 ).
2. Gangguan pembuluh darah
3. Banyak terjadi pada bayi premature
c. Tanda dan gejala
1. Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian
atas
2. Muntah
banyak segera setelah lahir berwarna kehijauan akibat adanya empedu
3. Perut kembung di daerah epigastrium
4. Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali
buang air kencing
5. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali
buang air besar mekonium
6. Berat badan menurun dan sukar bertambah
d. Patofisiologi
Muntah
dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang menjadi buruk dengan
pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium normal, tetapi pada
pemeriksaan tidak mengandug sel epitalium berlapis. Adanya sel epitel
menunjukkan keutuhan usus. Dengan meningkatnya dedikasi akan timbul demam.
Suatu
suhu tubuh 390c merupakan indikasi peritonitis akibat ruptur dari
atresia. Kelainan seringkali ditemukan pada bayi sindrom down.
e. Pemeriksaan
diagnostik
1. Dengan
X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika obstruksi tidak lengkap
dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus bagian bawah.
2. Dapat
ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat
suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam duodenum yang
mengembung naik ke puncak. Selain itu isi duodenum dapat membentuk satu garis
batas permukaan saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat
udara dibagian abdomen.
f. Komplikasi
Pada peristiwa atresia duodenum ini
biasanya akan diikuti adanya obstruksi-obstruksi yang lain, seperti:
1. Obstruksi lumen oleh
membrane utuh, fail fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang
buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak
bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah jaringan “windscocle”
yakni suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang terjadi karena anomaly
saluran empedu.
2. Atresia
membranosa adalah bentuk yang paling sering obstruksinya terjadi di sebelah
distal ampula vateri pada kebanyakan penderita.
3. Obstruksi
duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti pancreas anular
atau oleh pita-pita laad pada penderita malrotasi.
g. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso atau arogastrik
dengan penggantian cairan secara intravena.
2. Ekokardiogram
dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi
anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan atresia duodenum mempunyai anomaly
bawaan yang dapat mengancam kehidupan.
3. Koreksi
definitive atresia duodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi dan mobati
anomaly lain yang berakibat fatal.
4. Duodenoduodenostomi
yaitu operasi perbaikan atresia duodenum. Usus proksimal yang melebar dapat
dikecilkan secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltic
5. Pemasangan
pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas.
6. Dukungan
nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan sampai bayi
mulai makan per oral.
7. Jika
obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi diperlukan tanpa
boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang tidak normal
dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut sebelah kiri, setelah
mula-mula membuang appendiks dan usus halus diletakkan di sebelah kanan posisi
janin tidak berputar (non rotasi).
8. Apendektomi
dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di kemudian hari.
9. Memasang
kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah bawah obstruksi, balon ditiup dan
dengan pelan-pelan menarik kateternya. Ini dilakukan jika terjadi malrotasi
yang muncul bersama dengan obstruksi duodenum intrinsic seperti membrane atau
stenosis.
10.Pada
pancreas anular paling baik ditangani dengan duodenoduodenostomi tanpa memisah
pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian lingkungan yang tidak
berfungsi. Obstruksi duodenum diafragmatika dikelola dengan diodenoplasti
karena ada kemungkinan bahwa duktus koledokus dapat bermuara pada diafragma
sendiri.
2.2 ATRESIA ESHOPHAGUS
a. pengertian
Atresia esophagus adalah kelainan
bawaan dimana ujung saluran esophagus buntu 60% biasanya disertai dengan
hidramnion. Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3000-4500 kelhiran hidup,
sekitar sepertiga anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85% kasus,
fistula antara trakea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang,
atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus terjadi sendiri-sendiri atau
dengan kombinasi yang aneh. Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan
pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan dengan primitive
menjelaskan variasi-variasi pembentukan atresia dan fistula.
b. Gambaran
Klinis
Akibat adanya atresia menyebabkan
saliva terkumpul pada ujung bagian esophagus yang buntu, apabila terdapat
fistula akan menyebabkan saliva mengalir keluar atau masuk kedalam trakea. Hal
ini akan lebih berbahaya apabila melalui fistula trakeo-esophagus akan
menyebabkan cairan saliva mengalir kedalam paru.
Kelainan ini biasanya baru diketahui
setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah yang proyektil beberapa
saat setelah minum susu. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah bayi
minum akan ditemukan gerakan peristaltik lambumg dalam usaha melewatkan makanan
melalui daerah yang sempit di pylorus, selain itu pada peristaltik teraba
tumor.
c. Kelainan- kelainan lain dalam atresia esophagus
1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi
pada bagian bawah esophagus ( pada persambungan dengan lambung ) yang tidak
dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
Penatalaksanaan :
Bayi harus dalam posisi duduk pada
waktu diberi minum, dan jangan dibaringkan segera setelah minum. Biarkan ia
dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring kekanan dengan
kepala letak lebih tinggi ( pakai bantal yang agak tinggi ).
2. Akalasia
Merupakan kebalikan dari kalasia,
pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat membuka dengan baik sehingga
terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula sebagai spasme
kardio-esophagus. Penyebab akalasia adanya kartilago traken yang tumbuk ektopik
pada esophagus bagian nawah. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemuka jaringa
tulang rawan dalam lapisan otot esophagus.
Penatalaksanaan :
Pertonongan adalah tindakan bedah. Sebelum
dioperasi pemberian minum harus dengan sendok sendok sedikit demi sedikit
dengan bayi dalam posisi duduk.
d. Etiologi
Pemicu
kelahiran bawaan seperti atresia esophagus dapat dicurigai :
1. Pada kasus polahidramnion ibu
2. Bayi dalam keaadaan kurang bulan / kurang
cukup bulan
3. Jika
kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk kedalam
lambung
4. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut
berlebihan
5. Jika
terjadi tersedak, sianosis, atau pada waktu berupaya menelan makanan.
e. Tanda Dan Gejala
1. Liur yang menetes terus menerus dari mulut
bayi
2. Liur berbuih
3. Adanya aspirsai ketika bayi diberi minum
4. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang
dialami
5. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami
batuk seperti tercekik
6. Muntah yang proyektil
f. Komplikasi
Atresia esophagus sering disertai bawaan lain yaitu :
1. Kelainan
lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia
duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus
7. Malformasi ginjak dan urogenital
g. Penatalaksanaan
1. Kelainan
lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia
duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus
7. Malformasi ginjak dan urogenital
h. Penatalaksanan Lebih Lanjut
Anak
dipersiapkan untuk opersai segera. Apakah dapat dilakukan penutupan fistula
dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung pada jenis kelainan
dan keadaan umum anak pada saat itu. Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan
setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam
paru. Cairan lambung harus sering dihisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah
terjadinya hipotermi bayi hendaknya dirawat dalam inkubator agar mendapatkan
lingkungan yang cukup hangat. Posisinya, sering diubah-ubah, penghisapan lendir
harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menagis agar paru
berkembang.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi
dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik,
sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan
perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia esophagus merupakan kelainan congenital dengan
variasi fistula trakeaesophageal maupun kelainan congenital lainnya. Atresia
esophagus dapat dicurigai sejak kehamilan, dan didiagnosa segera setelah bayi
lahir.
Bahaya utama pada atresia
esophagus adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction berulang.
Penatalaksanaan pada atresia esophagus utama adalah pembedahan, tetapi tetap
dapat meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan
motilitas esophagus.
3.2. Saran
Diharapkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang maksimal
terhadap penderita atresia duodeni dan esophagus. Sehingga dapat
meminimalisirkan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada bayi baru lahir yang
mengalami atresia duodeni dan esophagus..
DAFTAR PUSTAKA
Ø Ngatsiyah.
1997. Perawatan Anak Sakit. Peenerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ø Sudarti.
2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan
Anak. Nuha Medika. Yogyakarta.
Ø Sudarti
dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Nuha Medika. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar